Sabtu, 26 Juni 2010

Dari Lereng Kendeng

mangga sedulur...mari kawan...
silakan duduk yang enak malam ini
ada yang ingin aku kisahkan
satu lakon dari lereng gunung Kendeng

ini cerita tentang manusia saja
manusia dan kehidupannya,
bukan kematiannya
tak ada yang lebih sulit dipahami daripada manusia
jangan remehkan si manusia yang nampak sederhana ini
seberapapun jenius kita tentang segala ilmu semesta
pengetahuan kita tentang manusia tak kan pernah paripurna
ya...ini soal jati diri....
identitas.........

boleh aku mulai..
oya.... mangga, silahkan..
kalian boleh dengarkan sambil apa saja

banjir tengahan tahun ini juga sampai ke Pati
ribuan orang lari...ribuan orang ngungsi...
puluhan tenda darurat berdiri..

ratusan mobil bantuan wira-wiri buat angkut beras dan supermi
sampe pada terjebak di jalan yang sudah mirip kali
pak sopir keluar
mas kernet jengkar
sukarelawan pada gelar tikar...
nunggu mobil bisa jalan dengan lancar

dalam capek dan lapar mereka menunggu
tak berani ambil makanan dari bantuan itu
mereka takut kesiku, yang sialnya bisa sampai anak cucu
tiba-tiba sekelompok orang gunung menghampiri

laki perempuan...dengan sorjan dan kain batik lurik kawung
yang laki-laki memikul, yang perempuan menggendong
tawarkan nasi bungkus, air dan rebusan jagung

senyum mereka menawarkan;

" mangga mas,pak... silakan ..sekedar buat mengganjal lapar,
ini dari lumbung-lumbung kami
silakan, kami warga dari lereng Kendeng...
silakan, jalan sampeyan masih panjang ke tujuan "

pak soper, mas kernet dan para sukarelawan keheranan
lho iya...
mereka takut dengan orang-orang Kendeng itu
yang mereka kenal dengan "Wong Samin"
iya Samin...
artinya???..samin itu artinya gila ..edan....
itu pikir mereka yang gak tahu sejarah awal mula cerita
geragapan mereka terima asungan nasi bungkus itu

mereka membatin :
"buat apa orang-orang "pembangkang" ini turun gunung"

paginya di Semarang geger
koran-koran wartakan berita ,
" wong Samin andum punjung, berbagi bekal dan makanan"
para pembaca berpendapat macam-macam
ada yang berpikir "emang apa istimewanya, cuma bagi-bagi nasi lho"
ada yang menafsir "wah, orang Samin mulai mau membuka diri"

seorang winasis pandai menyimpuli:

" inilah satu pertanda,
sterotipasi negatif buat orang Samin hanyalah isapan jempol saja.
hanya ritnah yang diberikan kepada penguasa
karena gagal tundukan pendirian mereka.
yang gigih pegang prinsip dalam menjaga alam dan hutan"

para pembaca segera percaya
segera orang-orang Samin dapet simpati
dari "politik nasi bungkus " itu
tak lagi mereka dianggap ekslusif
tak lagi mereka dikatai pembangkang



sampai satu hari satu kejadian membalikan persepsi
tanpa dinyana pemerintah punya rencana
bikin pabrik semen di Sukolilo
yang bahan bakunya
mineral dari seputaran gunung Kendeng dan alas randu

tak ayal orang-orang Samin meradang
merasa keberadaan mereka kembali terancam
dengan jalan kaki mereka serbu pemerintah di Pati
minta penegertian agar tanah mereka tak jadi digali-gali

pemerintah asungkan bukti
bahwa pabrik itu bisa tetap berdiri
dengan surat kuasa bernama "AMDAL" mereka tetap kukuh hati
konon alam tak bakal rusak..
konon orang Samin akan tetap hidup enak
konon...ya ...hanya konon saja......

merasa tak dapat pengertian seorang Samin ambil batu
dilemparkan pada petugas yang menjaga pintu-pintu
untung tak kena, sang petugas marah
lantang bertrteriak " Samin Kecu..!!!!!!"

sorenya Semarang geger lagi
koran-korang wartakan berita
" Wong Samin membangkang lagi "
para pembaca punya pendapat macam-macam
ada yang berpikir " dasar Samin "
ada yang menafsir " ah, ini ulah media saja"

seorang bijak pandai coba menyimpuli:
" ada yang salah dengan semua ini"


ah kawan,
benarlah ada yang salah dengan semua ini
kenapa "pembangunan" selalu punya dua sisi
kenapa sukerta, kutukan "zero suma game" tak juga teruwat
kenapa untuk bahagia mesti ada yang sengsara
kenapa untuk bertahan selalu ada yang tersisihkan

aku selalu dengar
semboyan pemerintah soal pembangunan
tapi apakah hakikat pembangunan itu
apakah selalu berarti fisik dan infrasruktur saja

sekali-sekali tidak kawan
membangun bisa berarti penguatan terhadap keraifan lokal
yang telah menbentengi peri kehidupan jadii tata, titi, tentrem
teratur, terencana dan damai

sekali waktu
cobalah berpikir dari sudut pandang orang Samin
atau kaum tani pada umumnya
tanah, hutan adalah penghidupan
tanah, hutan adalah identitas

kehilangan tanah artinya kehilangan jatidiri
kehilangan hutan pada galipnya adalah kehilangan ruh penghidupan

soal tani,
bukan hanya soal ekonomi dan modal
soal tani,
lebih pada diskursus sosial dan kultural
jadi jangan sekali-sekali bicara gombal...

malam ini entah apa yang terjadi di Kendeng
barangkali mereka sedang menebak arah jalan nasib
kepada labuan bumi pertiwi yang lestari
atau hamparan antah berantah berplakat "globalisasi"

sedulur....
kawan.......
barangkali tak banyak yang bisa kita perbuat
selain sekedar merajut harap
agar rumput nurani tumbuh kembali
ya.....siapa tau bisa jadi rabuk
pupuk buat tumbuhkan kemakmuran yang sejati

ya...itu saja....
tak lebih....

aku malah bayangkan satu hal

barangkali,
malam ini ada seorang ibu di Kendeng
yang sedang ngelonin anaknya
dan terus berharap agar semuanya baik-baik saja
sambil dendangkan satu kidung lawas


"ana kidung rumeksa ing wengi
teguh ayu luputing lara
sumingkira bilahi kabeh..........

"ada gita penjaga malam
bawalah satu kedamaian
dan enyahlah semua kesedihan............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar