Selasa, 16 Maret 2010

HERO (Menafsir Gagasan Suksesi Kepemimpinan)

Sebagai pemanis awal pembicaraan saya kutipkan satu ungkapan dari Nietzche:

" Dan kini ia bangkit, dengan wajah yang lebih indah dan kesenduan yang semakin memikat. Dan sebenarnyalah.., bahkan ia akan berterima kasih kepada kalian sebab kailian telah menggulingkannya... Kalian para pengguling..."
*****


HERO, inilah mungkin salah satu judul film yang sampai sekarang tak berhenti membuat saya terefleksi. Sebuah film yang sejak dari tontonan awal seakan membuat semacam sihir pada kedalaman gagasannya yang begitu memukau.

Film ini lebih dari sekedar film silat biasa. Film arahan Zhang Zimou yang dibintangi Jet Li ini seakan adalah trakat filsafat yang hendak membabarkan hubungan purbawi antara manusia dengan negeri  di mana dia hidup dan bertumbuh. HERO adalah "ranah" bagi mereka yang memilih mengorbankan jiwa atau sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri.

Film yang tidak hanya menyajikan perseteruan abadi antara dua master silat, Tanpa Nama dengan Angkasa. Tidak juga cuma menyuguhkan kerumitan cinta segitiga antara Pedang Patah, Salju dan Rembulan. Tapi  bertutur dengan gagasan yang begitu universal.  Merangkum segala usaha dan upaya manusia untuk menggapai kebahagian dalam narasi besar yang disebut 'tian-xia' , tanah tumpah darah, bumi sekolong langit  yang menjadi ibu pertiwi dari setiap gagasan akan kebahagian bersama (kebaikan politis menurut Aristotelles).

Film ini dibuat dengan alur campuran dengan menampilkan benyak flashback yang mewarnai dialog antara Tanpa Nama dengan Kaisar.

*******   
                              
Tanpa nama yang telah berhasil membunuh tiga pendekar maha hebat yang " telah mencegah Kaisar Qin untuk beristirahat dengan sentosa" mendapat anugerah dari kaisar untuk dapat menghadapnya dan berwawancara dengan kaisar dalam jarak sepuluh langkah. Suatu yang sangat istimewa, kerana demi menjaga keselamatan kaisar tak satupun rakyat Qin diperkenankan untuk menghadapnya dalam jarak seratus langkah. Pada akhirnya Kaisar mengetahui rencana besar dari semua yang dilakukan Tanpa Nama, di mana dia melihatnya setelah mensasmitakan gerak nyala lilin yang ada di hadapan singgasana.

Tersingkap bahwa terjadi konspirasi besar antara Tanpa Nama, Angkasa, Pedang Patah dan Salju. Konspirasi itu, yaitu untuk menjadikan Tanpa Nama sebagai pedang pamungkas buat membunuh kaisar yang lalim. Ketiga pendekar yang lain rela terbunuh di tangan Tanpa Nama agar dengan jasa itu Tanpa Nama diperkenankan untuk hadir di hadapan duli kuasa Kaisar dalam jarak sepuluh langkah. Hanya dengan cara ini Tanpa Nama yang telah berhasil menyempurnakan ilmu pedangnya akan dapat membunuh kaisar tanpa kesulitan.

Dialog panjang antara Tanpa Nama dengan Kaisar di balairung istana Qin untuk saling mewedar gagasannya tantang relasi negara dengan rakyat terhenti dalam pembahasan kaligrafi karya Pedang Patah yang berbunyi "TIAN - XIA". 

Sekian waktu yang lampau Pedang Patah dan Salju pernah mengadakan percobaan kudeta juga. Hanya saja usaha itu gagal karena kegamangan keduanya ( terutama Pedang Patah ) dalam mengartiikan usahanya. padahal keduanya nyaris berhasil menebas leher Kaisar.

Usaha kali ini adalah semacam "tagih nyawa " oleh Tanpa Nama atas diri Kaisar. Sayang, setelah mengetahui pesan tersembunyi dalam tian-xia Tanpa Nama pun pupus. Tak berniat lagi menuntaskan usahanya membunuh kaisar. Dalam dilema itu Tanpa Nama melihat keagungan visi Pedang Patah  yang sebenarnya dia tak menyetujui usaha pembunuhan kaisar itu, karena itu tidak akan menyelesaikan masalah  akan Tian Xia. Di mana secara diam-diam dia telah mengatakan inti ajaran murni Tian Xia.

"Bahwa tanah tumpah darah, bumi sekolong langit masih harus tetap tegak berdiri . membunuh kaisar tidak akan secara serta merta merubah keadaan yang telah porak poranda menjadi lebih baik. Usaha ini sangat tidak sepadan dengan ongkos sosial  yang mungkin terjadi seperti perang saudara dan permusuhan yang pada akhirnya akan menyengsarakan rakyat yang hendak dibela"

Tanpa Nama pun pasrah ketika dewan istana kemudian memutuskannya untuk dihukum mati sebagai hukuman atas usahanya membunuh kaisar. Dengan senyum dia songsong ribuan anak panah yang hendak mengeksekusinya. Satu pencerahan telah dia peroleh, bahwa kekerasan tak bakal menyelesaikan masalah. Segalanya mesti merupakan sebuah kesadaran bersama bagi seluruh rakyat jika hendak mensuksesi pemimpinnya. Mengatasa namakan diri sebagai "sang rakyat" dalam usaha kudeta adalah kenaifan. Satu kepemimpinan politik mesti kukuh  berdiri. Menanggungkan semua persoalan kebangsaan kepada satu sosok kaisar saja adalah satu pemikiran yang tidak paripurna. Kaisar hanyalah satu ilalang hitam yang tumbuh dari tanah yang hitam. Mencabutnya bukan satu jaminan untuk kemudian tidak menumbuhan ilalang-ilalang hitam lainya.

*****

Akhirnya segala gagasan filsafat dalam film ini dipungkasi dengan sebuah sajak yang telah dilagukan semenjak jaman purwakala:

bila terbit matahari aku bekerja
bila tidur matahari aku berleha
kusesap air dari sumur yang kugali
kukunyah gandum dari ladang yang kutanami
apalah artinya kuasa kaisar itu bagiku

Syair itu, mengiring jasad Tanpa Nama dalam panggulan pundak satuan elite tantara Qin. Kembali ke dalam muasalnya, Tian Xia, bumi sekolong langit tempat tersubur bagi tumbuhnya cita-cita suci yang pernah ia kukuhi.....................


dahwi,
remake 16 mar 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar